Kisah dan Sejarah Para Sahabat Nabi, Tabi'in, Tabi'ut Tabi'in serta Para Ulama-Ulama Sholih Lainnya

Panglima Abu Ubaid bin Mas’ud Ats Tsaqafi


Sejak dahulu, kabilah Tsaqif menjadi kampung para pejuang. Sejarah Islam mencatat banyak nama pahlawan berasal dari daerah yang terletak di wilayah Thaif tersebut. Salah satunya  Abu Ubaid bin Mas’ud Ats Tsaqafi.

Tidak banyak ditemukan catatan sejarah tentang beliau. Buku-buku sirah tidak mencantumkan beliau dalam daftar sahabat Nabi. Sebab, seumur hidupnya beliau belum pernah bertemu dengan Nabi. Meski telah masuk Islam pada masa itu.

Nama beliau terkenal pada era Khalifah Umar bin Khaththab. Seperti yang kita ketahui, masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin merupakan era penaklukan Romawi dan Persia. Dua negara adidaya yang mengahalangi penyebaran Islam. Baru empat kali menjabat Khalifah, Umar bin Khaththab menghimpun satuan perang yang ditugaskan membackup tentara Islam yang berada digaris depan melawan Persia.

Orang yang pertama mendaftarkan namanya yaitu Abu Ubaid. Bapak mertua Abdullah bin Umar ini mendahului para sahabat yang masih hidup saat itu. Barulah setelah itu para ahlu badar dan warga dari sekitar Madinah mulai bergabung. Jumlah mereka mencapai kurang lebih seribu tentara. Umar mengangkat Abu Ubaid sebagai panglima, meski masih banyak sahabat serta ahlu badar yang ikut. Umar berpesan kepadanya dua hal : Jaga rahasia dan selalu bermusyawarah dengan para sahabat Nabi SAW.

Pasukan tersebut berangkat menuju Iraq. Sesuai kebijakan khalifah Umar, abu Ubaid menggantikan komandan lapangan yang bertugas saat itu, Musanna bin al-Haritsah. Mereka berdua berasal dari kabilah Tsaqif.

Abu Ubaid membawa pasukannya menuju Namariq. Mereka berperang melawan pasukan Persia yang dipimpin oleh Jaban. Peperangan ini dimenangkan pasukan Islam. Musuh yang kalah mundur dan bergabung dengan pasukan Persia di kota Kaskar. Laju pasukan Abu Ubaid tak terbendung. Hingga pecah pertempuran sengit di Saqqatiyah dan Burusma yang dimenangkan oleh pihak Islam.

Kekalahan demi kekalahan membuat panglima Persia bermusyawarah dengan dipandu oleh Rostam. Rostam adalah pejabat sementara yang menggantikan kaisar Persia setelah terjadi kudeta. Persia mengirim pasukan dengan jumlah 70.000 dibawah komando panglima Bahman Jazawaih. Rostam menyerahkan kepadanya panji Kisra yang diberi nama Dirafsy (Panji agung) yang dijadikan Persia sebagai lambang kemenangan.

Abu Ubaid mengetahui pergerakan tersebut. Ia membuat tentaranya menuju Al-Hirah dan menunggu musuh datang. Mereka hanya dibatasi oleh sungai Efrat yang terbentang diatasnya jembatan panjang. Tentara muslim berkemah disebelah barat sungai. Bahman mengirim utusan untuk menyampaikan,’’Silahkan kalian yang datang kepada kami atau kami yang akan datang kepada kalian”.

Abu Ubaid memilih mendatangi pasukan Persia. Beberapa sahabat Nabi mencegahnya. Abu Ubaid tetap keukeuh, sehingga terjadilah kesahalan yang sebenarnya tidak perlu. Pertama, Abu Ubaid mendebat usulan para sahabat agar Persia yang datang menyebrang. Pertimbangan para sahabat sebenarnya sederhana, pasukan Arab biasa berperang dipadang pasir. Mereka juga selalu menentukan titik aman untuk menyelamatkan diri jika kalah. Medan perang kali ini berbeda. Jika pasukan islam menyebrang, musuh diuntungkan karena lebih menguasai medan. Namun Abu Ubaid berkata,”Mereka tidak lebih berani mati dibandingkan kita”. Kesalahan kedua, perdebatan itu disaksikan oleh para utusan sehingga strategi pasukan Islam dapat dibaca dengan mudah.

Abu Ubaid mengerahkan pasukannya  menyerbu musuh. Bertemulah dua pasukan diatas jembatan yang sangat sempit. Lalu pecah pertempuran yang sangat dahsyat dan belum pernah terjadi sebelumnya.

Persia mengerahkan pasukan gajah yang membawa lonceng. Suara bising lonceng membuat kuda-kuda kaum muslimin takut dan lari tak terkendali menerobos dan menabrak barisan pasukan. Sebagian pasukan bahkan terinjak dan tertabrak oleh kuda mereka sendiri. Kuda yang bertahan tak berani maju mendekat. Sementara itu para pemanah Persia membidik dengan mudah dari atas gajah. Korban mulai berjatuhan.

Abu Ubaid mengubah taktik perang. Dia mengintruksikan untuk membunuh gajah-gajah itu terlebih dahulu. Maka dengan segera pasukan islam melompat dan berhasil membunuh gajah-gajah tersebut. Ketika itu pasukan Persia menempatkan seekor gajah putih yang paling besar didepan pasukannya. Dengan segera Abu Ubaid maju dan menyabet belalainya dengan pedang. Gajah itu menjadi beringas tak terkendali. Abu Ubaid berusaha kembali menyerang , namun gajah itu menginjaknya hingga tewas. Abu Ubaid segera digantikan oleh panglima berikutnya dari bani Tsaqif. Sengitnya pertempuran terus membawa korban. Satu persatu panglima muslim tewas dan digantikan yang lain hingga tujuh kali. Pada akhirnya, kepemimpinan pindah ke tangan Mutsanna bin Haritsah atas dasar instruksi dari Abu Ubaid sebelumnya.

Pertempuran yang sengit, beratnya musuh dan tewasnya panglima membuat kaum muslimin lemah. Padahal mereka dapat memperoleh kemenangan seandainya dapat bersabar. Tetapi kekuatan mereka terlanjur hilang, sebagian pasukan mundur meninggal kan medan pertempuran, sementara tentara Persia dengan leluasa memanah mereka hingga banyak sekali korban yang berjatuhan. Akhirnya jembatan runtuh. Sisa pasukan yang berada di medan pertempuran benar-benar tidak berdaya dan pasrah ditangan tentara Persia dan sebagian hanyut tenggelam disungai Efrat. Jumlah yang tewas dari pasukan muslimin diperkirakan sebanyak 4.000 orang. Jumlah yang tidak sedikit.

(dyn, majalah Ar-risalah edisi 136 hal. 34)

Share:

No comments:

Post a Comment

Postingan Populer

Recent Posts